Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Sabtu, 01 Oktober 2011

Seikat Pelangi Selembut Bulumatamu

Sabtu, 01 Oktober 2011

 

 

Seikat Pelangi Selembut Bulumatamu



Genggam jemariku
seikat pelangi ini untukmu
baru kupotong dari langit rumput kelabu
dengan sisa hujan
masih
menitik ke dalam kalbu.
Kenangan-kenangan kurangkum
dalam tiap helainya
kututup ujung baitnya dengan kuntum ungu.
Berikutnya, kau pun tahu
ku kagumi mentari
yang bergelayut manja
di lembut bulu matamu.

Bulumatamu Sebaris Ilalang yang Terbakar

Padang lapang untuk gembalakan jejakjejak jiwaku itu adalah hidupmu. Serumpun embun, ilalang ranum, bungabunga perdu, kemerisik sepi, percik api dan setumpuk album kenangan bersampulkan rindu.
Rayakan cinta menyemai gairahnya. Wajahmu menyemburkan cahaya. Bulan di atas savana. Aku menjelma rusa, dengan tanduk bercabang doadoa kupanjatkan. Senyummu melambung di angkasa.
Rangkum sejuta makna ke dalam satu tanda. Tatapan kita puisi tanpa jeda. Tatap penuh kenang dan perlambang. Bertumbuh pokokpokok akasia yang daundaunnya menyimpan angin dan hujan, tempat berselindung gemuruh dan kicau burungburung.
Kecemasan luruh dalam hembusan debu yang meniada. Kita pun menjerit tawa, senyap hanyalah tanda koma saat matahari pamit dari cakrawala. Ketika ia persembahkan malam untuk kita berdua saja. Dengarlah applause serangga senja, panggung temaram menyala keemasan. Sebuah pekik kagum, seperti selalu bisikbisikku pada anggunmu.
Bulumatamu sebaris ilalang yang terbakar. Mengurungku dalam pijar, melalap seluruh tatapan, pikiran dan imajinasiku. Tinggal abu yang disebut puisi.
Gemuruh angin di celah tenda seperti serangkaian ketukan lembut jantungmu menembus dada. Kupeluk kamu sayang, kau mengunciku dengan himpitan rindu tanpa tara. Rerumputan mengaduh lembut di bawah keringat baramu. Venus dan yupiter memancar riang di kedua matamu. Senyum menggantung indah tepat di atas dagumu.

Lembaran Daun Bertanda Embun

Katakan saja, pagi ini tak ada matahari menyapa dengan hangat pelukan, tak ada berkas sinar menggores dinding kamar. Dan kaca jendela, hanya bingkai kosong tanpa setangkai mawar.
Kuharap angin menari di selasar rumah. Menghibur rambutmu dengan hembus sejuk gunung. Menghapus mimpi buruk yang mungkin menggantung di bulumata. Angin, sampaikan salamku, rindu menggunung sampai puncaknya.
Barangkali di celah pintu ada derit tersisa. Kalimat yang tak dapat kucegah ketika kaubiarkan langkah melengang dalam kembara. Luas padang, merentas ilalang, menggagas setiap fatamorgana sebagai rangkaian doa. Pepohonan meranggas sebab daundaunnya kukirimkan padamu.
Puisi ini untukmu, Adinda. Kalimat pengganti tiap jeda percakapan. Lembaran daun bertanda embun, kecup yang kutitipkan. Ketika mulut tak mampu menerjemahkan dada, pada dekap tiada.

Di Indah Matamu Aku Menangis

Tenggelam di indah matamu. Aku menangis
seperti tak percaya pada gerimis yang kaugenggam di tanganmu
yang kauusapkan di wajahku.
Tatap mataku terbunuh. Kelopakkelopak seroja yang luruh
merias genangan telaga dengan kerling airmata.
Memandang senyummu yang ikhlas. Aku menangis
seribu merpati kepakkan kedamaian di bibirmu
yang kaukecupkan di dadaku.
Magma jantungku gemuruh. Lava meleleh jatuh
menggoreskan nyala di lengang mataku.

Bulan Tenggelam di Pelabuhan Jayapura

Kau tenggelamkan rembulan
di teluk matamu
dan malam seperti rindu
tanpa surut dan selimut.
Di pelabuhan Jayapura
malam taburkan cahaya
ombak seakan gantungan-gantungan lampu
berayun-ayun dimainkan bayu.
Perahu-perahu merapat
di dermaga. Seperti katakata gegap di dada
Di atas pantai kubangun rumah dan ranjang
bergoyang dalam gelombang pasang
dengan tonggak-tonggak swane
seperti cinta kutegakkan di kedalaman samudera
menumbuhkan butir-butir mutiara.

Uluwatu

Memasuki gapura samudera terbuka
di rambutmu bunga kamboja
menjelma cendera nirwana.
Gemuruh laut bertaburan bak penari
genggamanmu kutelusuri
melingkarkan cinta di jari manismu.
Ombak menghantam dinding batu, Uluwatu
kupahat namamu sepanjang waktu
dengan palu rindu.
Seribu undakan mengantar kita ke altar cahaya
duduk khusyuk, dupa mewangi angkasa
doa memanjat bianglala. Sang hyang widhi wisesa.
… moksha utuh, cinta tak butuh pengorbanan
bersetubuh berseruh penuh
seluruh.

Kutemukan Puisi dalam Sebait Cinta

Tetes hujan yang melambai di kaca jendela ia mencari alamat sungai. Aku mencari alamat hatimu. Kutemukan telaga: sebuah genangan sunyi, tanpa ombak tanpa nyanyi, lalu kutenggelam dalam bening puisi. Itulah yang istimewa tentang dirimu, ketika segayung hujan membasuh telapak tanganmu, aku terhanyut di situ, lautan teduh dekapanmu. Maka aku menyamar hujan, memelukmu deras, mencium parasmu dengan kecup rintik yang tak pernah tuntas.
Di telapak tanganmu aku mengembara tanpa berhenti, menyusuri garisgaris sungai keberuntunganku. Setiap garis adalah makna. Membawaku pada muara bernama cinta. Aku di situ melukis sawahsawah yang menguning dengan jejak hidupku. Rerumputan, ilalang, kenangan, dan bunga-bunga rindu. Airmata dan semesta. Hujan dan doa. Membentangkan tenda cahaya tempat kita menghabiskan waktu dan bara. Setiap bintang adalah karunia. Setiap titik waktu yang aku petik untukmu.
Aku ingin menulis seperti sebaris embun yang kauselipkan pada seliris kuntum di bibirmu. Cukup manis walau hanya sebait senyum. Kutahu, puisi tak selalu tercipta dari kata. Tetapi hanya dengan kata kumampu menceritakan puisi ini padamu.

Algoritma Laut dan Hujan

Bila kau seumpama laut dan hujan, algoritma ini merelasikan ombak dan hujan: Ombak itu pelukan, hujan itu deras bisikan, dan gemuruh adalah dentum cinta yang tak henti menghantam dada, menghujamkan airmata ke penjuru semesta, menjelma kepakkepak camar yang menjaga samudera. Perahu itu aku.
Di ujung tanjung, debar jantungmu melantunkan ombak. Jemarimu menggulung rindu. Di ujung kelambu kalbu, bermanja menghelai lembar demi lembar rambutmu seakan menyisir pantai. Pasir adalah kanvas perjalananku, tempat setiap jejak kucetak dengan sajak, jejak yang kauhimpun di lengan ombak: memelukku. Pantai itu aku, selalu rapat di sisimu.
Hujan. Di sudut buku katakata berdesakan memasuki guguran hujan. Langit seakan berkilatan menggoreskan tanda seru. Cahaya menjelma gemuruh. Hujan membasuh unggun sajakku, mengeramas setiap aksara, menggenangi ruh huruf dengan bening airmata. Lalu tersisa sebagai butiran yang menetes di akhir paragraf. Dan di halaman berikutnya itu aku.

Bantu Aku Menulis Kata Cinta

Bantu aku menulis kata cinta, sunyiku pada pena.
Sebingkai meja berwarna coklat kelu dan berdebu
seakan lautan kata yang beku dalam dingin suhu.
Sepucuk kertas membentuk perahu, di layarnya teruntuk namamu.
Pena itu kembali menggigil, menggoreskan kegelisahan:
Aku cinta padamu. Hanya genangan tinta terbentuk
seperti teluk
melayarkan katakataku
ke samudera peluk.
Bantu aku menulis kata cinta dengan sinar matamu
agar kutemukan nyala dalam unggun kata
atau jadilah rembulan di rantingranting aksara
mengganti tikaman gelap dengan romantika remang.
Biarkan kuikatkan samarsamar cahayamu
menyatukan sejuta kalimat dalam lembarlembar puisi.
Lalu senyummu kujadikan majas
Agar makna semakin jelas
membebaskan cinta dari pernyataan
yang tak pernah tuntas.
Atau, jadilah kamu laut yang dalam dan biru
mengganti kalimatku yang dangkal dan berbatu.
Kuseberangi selat bibirmu, mengembara
hingga palung jiwamu. Laguna yang teduh berangin
Sebuah jalan setapak membelah ombak.
Ombak di matamu.

Cinta di Luar Batas

Aku mencintaimu melebihi segala batas
tak cukup daratan berbatas pantai
Cintaku luap samudera. Luas membentang permadani biru
Gelombang dengan gairah ekstra, O indahnya gemuruh
tempat kita layarkan kenangan demi kenangan.
Seluruh rindumu kutampung dalam teluk
pelukanku, dalam liuk lengan-lengan ombak, arus sajakku
yang sejuk membimbingmu ke laguna: sukmaku.
Aku mencintaimu melampaui matahari
bukan cakrawala berbatas senja temaram
Cintaku doa pagi dan di langit malam
mengerjap sebagai bintangbintang. Adalah jejakjejak galaksi
berarak di angkasa, berkilap dalam munajatku.
Lembut ombak memainkan butirbutir cahaya
pada pantulan bulan di matamu. Aku di situ
berlayar tak kenal waktu.
Cintaku melampaui bunyi dan sunyi
ketika hujan berhenti dan sisakan dencing tetes akhir
aku genangan yang diamdiam menghilang lalu
mengalir sebagai sungai deras di hatimu.
Mengisi urat nadimu dengan denyut jantungku
Menulisi dadamu dengan goresan rindu dan asmara.
Walau tak selalu bicara

Ciuman Pertama

Ciuman pertamaku
masih kausimpan di lekuk bibirmu
malumalu getaran itu
anggun melewati rimba waktu
mengisi rongga dada dengan hangat kelambu
melebihi kelepak matahari pada birahi
senja yang ungu.
Limabelas tahun berlalu
ciumanku masih menghias senyummu
biarkan di sana, aku memintamu  tak menghapusnya
sebab di sanalah kuarungi samudera kenangan
di pantaimu aku terdampar. Melebihi kelepak camar
setia menyamar sebagai waktu.
Aku menyebutnya cinta.

Kembang Api Berpijar di Matamu

Malam melangkah sejuk di pelataran
bintang-bintang berkilau, menitipkan kerling matamu
cantik parasmu cermin perjalananku
memaknai waktu.
Pukul 00.00 hingar tahun anyar membentangkan masa
semarak terompet dan dentuman asa membahana
bunga-bunga cahaya bermekaran di angkasa.
Kulihat kembang api berpijar di matamu.
Gairah jiwaku memancar dalam mawaddah
kurangkai pendar-pendar doa
kueratkan genggaman:
cinta adalah takdir kita.
Melewati hari bersamamu, tahun-tahun anugerah
nyala cinta menerangi sejarah kita:
Selamat tahun baru, Adinda
Kaulah kalender bahagiaku.

Pidana Cinta

Apakah mencinta tindak pidana
hingga seumurhidup ku dipenjara
di sel hatimu seluas semesta
dengan jendela sebingkai nirwana
kau bidadari di dalamnya.
Aku terkurung dalam bahagia.
Bila tak jumpa seminggu
hukuman bertambah dicambuk rindu
dadaku penuh goresan namamu.



Silahkan bagi anda yang mempunyai tips yang lain bisa menambahkannya di kolom komentar,,,,,,,




Artikel Terkait


Langkah Menuju Sikap Mental Positif
Kebiasaan Orang-orang yang hidup Bahagia
Kutipan Manajemen Waktu Yang Terbaik
Usaha dengan modal kecil ada di bisnis Internet
Orang Sukses berkata Lakukan yang harus kau lakukan Hari ini atau tidak sama sekali
Kreatifitas Dalam persaingan usaha / Bisnis
 Mencari ide usaha yang kreatif
Sukses Itu Bukan Tujuan tapi akibat
Ide wirausaha yang sukses
KATA-KATA MUTIARA CINTA
Kata Kata Bijak Cinta Kehidupan
Seikat Pelangi Selembut Bulumatamu
Perjalan Hidup Pengemis Menjadi Sukses
Kisah Suksesnya Jepang
Perjalan hidup Sukses
Cara Hidup Sukses
Hidup Dan Pilihan
Cara Untuk Membuat Seseorang Tersenyum
Bagaimana Belajar Dari Kesalahan
Legenda Basket Michael Jordan dan Panduan Meraih Impian dari Michael Jordan
Pelajaran Hidup yang Kita Dapat Dari Michael Jackson
Bagaimana Mengatasi di Tengah Krisis Ekonomi
10 Tips Untuk Hidup Lebih Bahagia
Bagaimana Mengatasi Depresi dan Mengubah Hidup Anda
Motivasi Kata yang Anda Butuhkan untuk Kehidupan Sehari-hari
3 Kunci Rahasia Menuju Sukses
Tiga Langkah Menuju Bisnis yang Sukses
Mengubah Utang Menjadi Kekayaan
Tips untuk Menghindari Kemalasan
Disiplin Diri Kunci Sukses
Pekerjaan Impian dan Idaman
KATA-KATA MUTIARA CINTA, KATA BIJAK PERSAHABATAN ROMANTIS
Kata Kata Mutiara Cinta Kehidupan Hari Ini
KATA-KATA BIJAK KEHIDUPAN, KATA BIJAK PARA TOKOH
Kata-kata Bijak

1 komentar:

Unknown mengatakan...

saya mengucapkan banyak terimakasih kepada AKI TAGALA yang telah menolong saya dalam kesulitan,ini tidak pernah terfikirkan dari benak saya kalau nomor yang saya pasang bisa tembus dan ALHAMDULILLAH kini saya sekeluarga sudah bisa melunasi semua hutang2 kami,sebenarnya saya bukan penggemar togel tapi apa boleh buat kondisi yang tidak memunkinkan dan akhirnya saya minta tolong sama MBAH KABOIRENG dan dengan senang hati AKI TAGALA mau membantu saya..,ALHAMDULILLAH nomor yang dikasi AKI TAGALA semuanya bener2 terbukti tembus dan baru kali ini saya menemukan dukun yang jujur,jangan anda takut untuk menhubungiya jika anda ingin mendapatkan nomor yang betul2 tembus seperti saya,silahkan hubungi AKI TAGALA DI nomor barunya 082-302-563-395 mohon maaf AKI TAGALA telah ganti nomor soalnya nomor yang satunya tidak bisa dipergunakan lagi dan ingat kesempat tidak akan datang untuk yang kedua kalinga dan perlu anda ketahui kalau banyak dukun yang tercantum dalam internet,itu jangan dipercaya kalau bukan nama AKI TAGALA

Posting Komentar